Selasa, 29 Maret 2011

Yang Bertuhan Hawa Nafsu

Yang Bertuhan Hawa Nafsu


أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا


“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (43)

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا


“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (QS. Al Furqaan (25): 44)

Tafsir

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya adalah orang yang menjadikan sesuatu yang dianggapnya baik dan menurut hawa nafsunya dia pandang sesuatu itu baik maka dia jadikan sesuatu itu sebagai agama dan madzhabnya.

Sebagaimana Firman Allah SWT:

أَفَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَاء وَيَهْدِي مَن يَشَاء فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. Faathir (35): 8)

Oleh karena itu, Allah SWT Berfirman: “Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

Ibnu Abbas ra dalam Tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa ada seorang lelaki di masa jahiliyah menyembah batu putih, lalu ketika dia melihat batu yang lebih baik menurut pandangannya, maka dia menyembah batu yang kedua dan meninggalkan batu pertama yang telah sekian lama dia sembah.

Lalu dalam ayat berikutnya Allah SWT Berfirman:

" Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)

Artinya, mereka lebih buruk daripada binatang ternak. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada Allah Yang Tiada sekutu bagiNya, sedangkan mereka menyembah selain Allah dan menyekutukan denganNya, padahal sudah ada hujjah atas mereka dan telah diutus para Rasul kepada mereka.

Dalam Tafsir Al Wajiz dikatakan bahwa orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya itu adalah mereka menyembah batu atau yang lebih baik. Maka mereka tinggalkan batu pertama dan menyembah batu yang mereka anggap lebih baik.

Mereka menyembah apa yang mereka senangi. Allah Berfirman: “Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

Yakin apakah engkau memeliharanya sampai engkau bisa mengembalikan orang itu kepada iman yang benar? Artinya, tidak ada kewajibanmu selain sekedar menyampaikan. Dikatakan bahwa ayat ini termasuk yang di nasakh oleh ayat pedang.

Dalam Al Wajiz tersebut dikatakan bahwa mereka ini bagaikan hewan-hewan ternak dalam hal kebodohan mereka terhadap ayat-ayat Allah dan bukti-bukti kebenaranNya. Bahkan boleh dikatakan mereka ini lebih sesat mengingat hewan-hewan ternak itu mengikuti orang yang memeliharanya.

Sedangkan mereka tidak mentaati sang pemeliharanya, yakni Allah SWT yang pemeliharanya, yakni Allah SWT yang telah memberikan nikmatNya kepada mereka.

Dalam Tafsir Al Baghawy dikatakan bahwa seorang Musyrik menyembah batu lalu tatkala dia melihat ada batu yang lebih baik, dia tinggalkan batu pertama dan dia ambil batu kedua untuk disembahnya.

Ibnu Abbas dalam Tafsir al Baghawy menafsirkan bahwa Allah Berfirman: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang meninggalkan ibadah kepada Allah yang telah menciptakannya kemudian dia cenderung senang kepada batu lalu dia menyembahnya, maka bagaimana keadaannya di sisiKu?”

Apakah engkau akan menjadi penanggungnya, memeliharanya mengikuti hawa nafsunya dan menyembah apa yang disenanginya selain Allah? Tentu tidak demikian. Al Kalby berkata bahwa ayat ini di –nasakh hukumnya oleh ayat qital (perang).

Ataukah kamu menyangka bahwa kebanyakan mereka mendengarkan ucapanmu untuk memahaminya? Ataukah mereka memikirkan hujjah-hujjah dan informasi yang engkau tunjukkan?

Mereka tidak lain bagaikan binatang ternak. Bahkan mereka lebih sesat. Sebab, bintang ternak itu bisa ditunjukkan ke padang gembalaan dan tempat minum mereka. Dan binatang-binatang ternak itu tunduk mengikuti para penggembalanya yang menjaga dan memeliharanya.

Sedangkan orang-orang kafir itu tidak mengetahui jalan yang benar dan tidak mau mentaati Rabb mereka yang telah menciptakan mereka dan memberikan rizki kepada mereka.

Juga karena bintang-binatang ternak itu bersujud dan bertasbih kepada Allah SWT, sedangkan orang-orang kafir itu tidak melakukannya.

Jangan Mengikuti Hawa Nafsu

Al Qurthuby dalam tafsirnya mengutip ucapan As Sya’biy: “Hawa nafsu itu dinamakan hawa karena hawa itu akan mengipasi pemiliknya di neraka”. Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa Allah SWT menyebut hawa di dalam Al Qur’an hanya dalam rangka mencelanya.

Allah SWT Berfirman:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ذَّلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ


“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)”. (QS. Al A'raf (7): 176)

Juga Allah SWT Berfirman:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا


“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.(QS. Al Kahfi (18): 28)

Juga firmanNya:

بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَن يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُم مِّن نَّاصِرِينَ


“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun”. (QS. Ar Ruum (30): 29)

Juga Allah Berfirman:

فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung-guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al Qashash (28): 50)

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”. (QS. Shaad (38): 26)

Diriwayatkan hadits dari Abu Umamah yang mendengar Rasulullah SAW Bersabda: “Tidak ada sesuatu sembahan yang disembah di bawah langit yang paling dibenci oleh Allah SWT daripada hawa nafsu”.

Rasulullah SAW Bersabda: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa (Islam) yang kubawa ini”.

Khatimah

Orang yang menyembah hawa nafsu adalah orang yang menjadikan apa yang dia senangi sebagai agama dan madzhabnya. Hari ini, orang yang menyembah hawa nafsu tidak berarti menyembah batu seperti kaum kafir Quraisy di masa lalu, tapi dia bisa menyembah harta, menyembah pangkat dan kedudukan.

Menyembah obsesi dan pikiran serta ideologinya, serta menyembah berbagai persangkaannya terhadap sesuatu yang dia senangi dan dia anggap baik. Ciri utama dari orang yang menyembah hawa nafsu adalah menolak diajak menyembah kepada Allah SWT dengan mengikuti syariat Nabi Muhammad SAW.

Secara kaffah dan tanpa reserve (QS. An Nisa 65). Dia hanya mau memilih-milih syariat Allah SWT sesuai selera hawa nafsunya. Yang cocok dengan seleranya dia terima, sedang yang tidak cocok dia tolak. Na’udzubillahi mindzalik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar