Sabtu, 18 Agustus 2012

pengepul barang bekas solo

menerima jual-beli barang bekas .(botol plastik,gelas plastik,keranjang plastik,koran,kertas,kardus,dll) alamat pabelan,kartasura, sukoharjo
 hp : 085647502311 (giat)

Rabu, 30 Maret 2011

Istilah Manusia Dalam Al-Qur’an

Istilah Manusia Dalam Al-Qur’an. Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia.

l. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun, dan sin, semacam insan, ins, nas, atau unas.
2. Menggunakan kata basyar.
3. Menggunakan kata Bani Adam, dan zuriyat Adam.

Uraian ini akan mengarahkan pandangan secara khusus kepada kata basyar dan kata insan.
Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.
Al-Quran menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk menyampaikan bahwa,

Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu (QS Al-Kahf [18]: 110).

Dari sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat Al-Quran yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan kamu dari tanah, kemudian ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran (QS Al-Rum [30]: 20).

Bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak atau bertebaran mencari rezeki. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung jawab. Karena itu pula Maryam a.s. mengungkapkan keheranannya dapat memperoleh anak, padahal dia belum pernah disentuh oleh basyar (manusia dewasa yang mampu memberikan keturunan) (QS Ali ‘Imran [3]: 47).
Demikian terlihat basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Dan karena itu pula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar (QS Al-Hijr 115): 28 menggunakan kata basyar), dan QS Al-Baqarah (2): 30 yang menggunakan kata khalifah, yang keduanya mengandung pemberitaan Allah kepada malaikat tentang manusia.

Kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Pendapat ini, jika ditinjau dari sudut pandang Al-Quran lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dan kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu (berguncang).
Kitab Suci Al-Quran –seperti tulis Bint Al-Syathi’ dalam Al-Quran wa Qadhaya Al-Insan– seringkali memperhadapkan insan dengan jin/jan. Jin adalah makhluk halus yang tidak tampak, sedangkan manusia adalah makhluk yang nyata lagi ramah.
Kata insan, digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.

Selasa, 29 Maret 2011

Masuk Islam Secara Kaffah

Masuk Islam Secara Kaffah



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِين


“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah (2) : 208)

Tatkala seseorang mendeklarasikan diri sebagai Muslim, wajib baginya masuk Islam secara totalitas. Islam harus diterima secara utuh. Tidak boleh ada bagian yang ditinggalkan, diabaikan, bahkan ditolak.

Sebagaimana halnya tidak boleh memasukkan ide atau ajaran lain ke dalam Islam. Ketentuan tersebut termaktub dalam ayat di atas. Dalam ayat tersebut, kaum Mukmin diperintahkan masuk ke dalam Islam secara kaffah sekaligus tidak mengikuti langkah-langkah syetan.

Pengertian al Silm

Allah SWT Berfirman: Ya ayyuha al ladzina amanu [u]dkhulu fi al silm kaffah (hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya). Khithab atau seruan ayat ini ditujukan kepada orang-orang Mukmin. Mereka diperintahkan untuk masuk ke dalam al silm secara kaffah.

Ibnu Jarir al Thabari mengutip pendapat banyak mufassir terkemuka, seperti Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, al Sudi, Ibnu Zaid dan al Dhahhak al Islam. Pendapat ini juga dikuatkan oleh al Thabari dan al Samarqandi.

Dengan demikian, ayat ini dapat dimaknai sebagai perintah agar memasuki Islam secara kaffah.

Sebagaimana dikutip al Thabari, ada yang memaknai kata al silm di sini dengan al musalamah, yakni perdamaian, perundingan, meninggalkan perang dan memberikan jizyah.

Itu artinya, kaum Muslim diperintahkan mengadakan perdamaian secara total. Akan tetapi pendapat tersebut lemah.

Alasannya, sekalipun kata al silmi juga bisa diartikan al musalamah, namun pengertian tersebut bertentangan dengan ayat-ayat muhkamat atau dalil lain yang lebih jelas maknanya.

Jika dimaknai sebagai perdamaian secara total, berarti tidak ada lagi perintah perang terhadap kaum kafir. Dalam menghadapi mereka, kaum Muslim hanya diperintahkan melakukan perundingan dan perdamaian.

Pengertian tersebut jelas bertentangan dengan banyak ayat dan hadits yang mewajibkan perang melawan kaum kafir.

Allah SWT Berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ


“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah (2): 216)

Diperkuat dengan ayat :

انْفِرُواْ خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُواْ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At Taubah (9): 41)

Ancaman bagi yang tidak berangkat perang:

إِلاَّ تَنفِرُواْ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلاَ تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ


“Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At Taubah (9) :39)

Bahkan, perang yang diwajibkan itu bukan hanya ketika diserang musuh

وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبِّ الْمُعْتَدِينَ


“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Baqarah (2) :190)

Namun juga bersifat ofensif; menyerang kaum kafir terlebih dahulu. Kaum Muslim diperintahkan memerangi kaum kafir hingga mereka bersedia membayar jizyah dan tunduk terhadap hukum Islam

قَاتِلُواْ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُواْ الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah [638] dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS. At Taubah (9) :29).

Itu berarti, selama masih ada orang kafir yang tidak mau tunduk menjadi kafir dzimmi dan membayar jizyah, kewajiban memerangi mereka belum gugur. Perang tersebut terus dilakukan hingga tidak fitnah dan ketaatan hanya untuk Allah semata

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلّهِ فَإِنِ انتَهَواْ فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ


“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah (2) : 193).

Semua dalil itu menunjukkan secara pasti wajibnya berperang fi sabilil Lah.

Bertolak dari fakta tersebut, kata al silm tidak bisa dimaknai al musalamah (perdamaian). Rasulullah SAW memang pernah melakukan perjanjian damai dengan kaum kafir. Akan tetapi, semua perjanjian dibatasi dengan waktu tertentu.

Ketika masa perjanjian sudah habis, perang kembali diperintahkan. Ini makin mengokohkan bahwa tidak ada perdamaian total dengan kaum kafir. Karena tidak bisa dimaknai al musalamah, makna kata al slim tidak bisa dimaknai lain kecuali Islam..


Sedangkan makna kaffah menurut banyak mufassir sebagaimana dikutip Ibnu Katsir adalah jami’a[n] (semuanya keseluruhan). Sehingga, ayat ini bermakna: Allah SWT memerintahkan hambaNya yang Mukmin, yang membenarkan RasulNya, untuk mengambil semua aspek Islam dan syariahnya, mengamalkan semua perintahNya dan meninggalkan semua laranganNya, selama mereka mampu mengerjakannya.

Demikian Ibnu Katsir dalam Tafsir al Qur’an al ‘Azhim. Tidak jauh berbeda, Fakhruddin al Razi juga menjelaskan pengertian ayat ini: “Masuklah ke dalam seluruh syariah Islam, baik secara keyakinan maupun secara amalan.”

Pengertian tersebut makin jelas jika dikaitkan dengan Sabab al nuzul (sebab turunnya) ayat ini. Dikemukakan oleh ‘Ikrimah bahwa ayat ini turun berkenaan dengan sekelompok orang Muslim yang sebelumnya beragama Yahudi, seperti Abdullah bin Salam, Tsa’labah, Asad bin ‘Ubaid, dll.

Yang meminta izin kepada Rasulullah untuk merayakan hari Sabtu dan mengamalkan Taurat di malam hari. Kemudian turunlah ayat ini yang memerintahkan mereka untuk mengamalkan syiar-syiar Islam dan meninggalkan selainnya.

Namun Ibnu Katsir memberikan catatan, penyebutan Abdullah bin Salam perlu dicermati mengingat kesempurnaan imannya sehingga amat jauh jika dia menginginkan hal itu.

Jangan Ikuti Langkah Syetan

Setelah mereka diperintahkan masuk Islam secara keseluruhan, kemudian Allah SWT Berfirman: wala tattabi’u khuthuwat al syayathan (dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan).

Syetan adalah makhluk Allah SWT yang durhaka. Oleh karena itu, semua langkahnya mengundang murka Allah SWT. Jika Allah SWT memerintahkan manusia kepada kebaikan, syetan justru menyuruh berbuat jahat dan keji.

Allah SWT Berfirman:

إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ


“Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah (2) :169)

Jika Allah SWT memerintahkan manusia mengucapkan perkataan yang lebih baik, syetan justru menimbulkan perselisihan di antara manusia

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا


“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. (QS. Al Isra’ (17) : 53).

Minum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan panah juga disebut sebagai perbuatan syetan. Dengan khamr dan judi itu pula syetan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ


“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Maidah (5) : 90-91)

Agar tujuannya berhasil, syetan menghiasi perbuatan buruk sehingga terlihat baik oleh pelakunya.

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلِّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِّيُوَاطِؤُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ اللّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ


“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu [642] adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. At Taubah (9) : 37)

أَفَمَنْ هُوَ قَآئِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَجَعَلُواْ لِلّهِ شُرَكَاء قُلْ سَمُّوهُمْ أَمْ تُنَبِّئُونَهُ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي الأَرْضِ أَم بِظَاهِرٍ مِّنَ الْقَوْلِ بَلْ زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُواْ مَكْرُهُمْ وَصُدُّواْ عَنِ السَّبِيلِ وَمَن يُضْلِلِ اللّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ


“Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah: "Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu". Atau apakah kamu hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi, atau kamu mengatakan (tentang hal itu) sekadar perkataan pada lahirnya saja. Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh syaitan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka baginya tak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk.” (QS. Al Ra’d (13) :33)

Pendek kata, semua perbuatan tercela yang dibenci dan dimurkai Allah terkumpul pada diri syetan.

Dalam ayat ini, manusia diingatkan agar tidak mengikuti langkah-langkah syetan. Al Syaukani mengatakan, frasa ini berarti: “Janganlah kalian menempuh jalan yang diserukan syetan.” Sedangkan al Samarqandi menafsirkan, mengikuti langkah syetan berarti taat kepada syetan.

Kemudian Allah SWT memberikan alasan larangan tersebut dengan FirmanNya: Innahu lakum ‘aduww mubin (sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu). Sebagai musuh, syetan tidak suka melihat manusia bahagia.

Sebaliknya, dia sangat senang jika manusia sengsara dan menderita. Syetan tahu benar, kesengsaraan dan penderitaan tiada tara adalah masuk neraka. Oleh karena itu, syetan melakukan berbagai cara dan upaya untuk manusia dari jalan yang benar dan menjerumuskannya ke neraka.

Oleh karena itu menjadi musuh apalagi musuh yang benar-benar nyata, maka syetan harus diperlakukan sebagaimana layaknya manusia, bukan sebagai kawan, sahabat, pemimpin atau pelindung.

Allah SWT Berfirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ


“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS. Fathir (35) :6)

Agar memperoleh kebahagiaan hakiki, manusia tidak mengikuti jalan syetan. Islam adalah satu-satunya jalan yang boleh diikuti.

Telah maklum, bahwa syariah Islam mencangkup seluruh aspek kehidupan. Tak hanya mengatur urusan individu, seperti ibadah, makanan, pakaian atau akhlak. Namun juga mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara seperti sistem ekonomi, pemerintahan, pendidikan, sanksi, politik luar negeri, dan lain-lain.

Semua wajib diamalkan tanpa terkecuali. Nyatalah bahwa jika kita menghendaki masuk Islam secara kaffah, maka keberadaan Daulah Khilafiah menjadi niscaya Wallah a’lam bi al shawab.



Footnote:

[434] Lihat not 396.

[638] Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.

Yang Bertuhan Hawa Nafsu

Yang Bertuhan Hawa Nafsu


أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا


“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (43)

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا


“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (QS. Al Furqaan (25): 44)

Tafsir

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya adalah orang yang menjadikan sesuatu yang dianggapnya baik dan menurut hawa nafsunya dia pandang sesuatu itu baik maka dia jadikan sesuatu itu sebagai agama dan madzhabnya.

Sebagaimana Firman Allah SWT:

أَفَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَاء وَيَهْدِي مَن يَشَاء فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. Faathir (35): 8)

Oleh karena itu, Allah SWT Berfirman: “Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

Ibnu Abbas ra dalam Tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa ada seorang lelaki di masa jahiliyah menyembah batu putih, lalu ketika dia melihat batu yang lebih baik menurut pandangannya, maka dia menyembah batu yang kedua dan meninggalkan batu pertama yang telah sekian lama dia sembah.

Lalu dalam ayat berikutnya Allah SWT Berfirman:

" Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)

Artinya, mereka lebih buruk daripada binatang ternak. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada Allah Yang Tiada sekutu bagiNya, sedangkan mereka menyembah selain Allah dan menyekutukan denganNya, padahal sudah ada hujjah atas mereka dan telah diutus para Rasul kepada mereka.

Dalam Tafsir Al Wajiz dikatakan bahwa orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya itu adalah mereka menyembah batu atau yang lebih baik. Maka mereka tinggalkan batu pertama dan menyembah batu yang mereka anggap lebih baik.

Mereka menyembah apa yang mereka senangi. Allah Berfirman: “Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

Yakin apakah engkau memeliharanya sampai engkau bisa mengembalikan orang itu kepada iman yang benar? Artinya, tidak ada kewajibanmu selain sekedar menyampaikan. Dikatakan bahwa ayat ini termasuk yang di nasakh oleh ayat pedang.

Dalam Al Wajiz tersebut dikatakan bahwa mereka ini bagaikan hewan-hewan ternak dalam hal kebodohan mereka terhadap ayat-ayat Allah dan bukti-bukti kebenaranNya. Bahkan boleh dikatakan mereka ini lebih sesat mengingat hewan-hewan ternak itu mengikuti orang yang memeliharanya.

Sedangkan mereka tidak mentaati sang pemeliharanya, yakni Allah SWT yang pemeliharanya, yakni Allah SWT yang telah memberikan nikmatNya kepada mereka.

Dalam Tafsir Al Baghawy dikatakan bahwa seorang Musyrik menyembah batu lalu tatkala dia melihat ada batu yang lebih baik, dia tinggalkan batu pertama dan dia ambil batu kedua untuk disembahnya.

Ibnu Abbas dalam Tafsir al Baghawy menafsirkan bahwa Allah Berfirman: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang meninggalkan ibadah kepada Allah yang telah menciptakannya kemudian dia cenderung senang kepada batu lalu dia menyembahnya, maka bagaimana keadaannya di sisiKu?”

Apakah engkau akan menjadi penanggungnya, memeliharanya mengikuti hawa nafsunya dan menyembah apa yang disenanginya selain Allah? Tentu tidak demikian. Al Kalby berkata bahwa ayat ini di –nasakh hukumnya oleh ayat qital (perang).

Ataukah kamu menyangka bahwa kebanyakan mereka mendengarkan ucapanmu untuk memahaminya? Ataukah mereka memikirkan hujjah-hujjah dan informasi yang engkau tunjukkan?

Mereka tidak lain bagaikan binatang ternak. Bahkan mereka lebih sesat. Sebab, bintang ternak itu bisa ditunjukkan ke padang gembalaan dan tempat minum mereka. Dan binatang-binatang ternak itu tunduk mengikuti para penggembalanya yang menjaga dan memeliharanya.

Sedangkan orang-orang kafir itu tidak mengetahui jalan yang benar dan tidak mau mentaati Rabb mereka yang telah menciptakan mereka dan memberikan rizki kepada mereka.

Juga karena bintang-binatang ternak itu bersujud dan bertasbih kepada Allah SWT, sedangkan orang-orang kafir itu tidak melakukannya.

Jangan Mengikuti Hawa Nafsu

Al Qurthuby dalam tafsirnya mengutip ucapan As Sya’biy: “Hawa nafsu itu dinamakan hawa karena hawa itu akan mengipasi pemiliknya di neraka”. Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa Allah SWT menyebut hawa di dalam Al Qur’an hanya dalam rangka mencelanya.

Allah SWT Berfirman:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَـكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ذَّلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ


“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)”. (QS. Al A'raf (7): 176)

Juga Allah SWT Berfirman:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا


“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.(QS. Al Kahfi (18): 28)

Juga firmanNya:

بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَن يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُم مِّن نَّاصِرِينَ


“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun”. (QS. Ar Ruum (30): 29)

Juga Allah Berfirman:

فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung-guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al Qashash (28): 50)

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”. (QS. Shaad (38): 26)

Diriwayatkan hadits dari Abu Umamah yang mendengar Rasulullah SAW Bersabda: “Tidak ada sesuatu sembahan yang disembah di bawah langit yang paling dibenci oleh Allah SWT daripada hawa nafsu”.

Rasulullah SAW Bersabda: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa (Islam) yang kubawa ini”.

Khatimah

Orang yang menyembah hawa nafsu adalah orang yang menjadikan apa yang dia senangi sebagai agama dan madzhabnya. Hari ini, orang yang menyembah hawa nafsu tidak berarti menyembah batu seperti kaum kafir Quraisy di masa lalu, tapi dia bisa menyembah harta, menyembah pangkat dan kedudukan.

Menyembah obsesi dan pikiran serta ideologinya, serta menyembah berbagai persangkaannya terhadap sesuatu yang dia senangi dan dia anggap baik. Ciri utama dari orang yang menyembah hawa nafsu adalah menolak diajak menyembah kepada Allah SWT dengan mengikuti syariat Nabi Muhammad SAW.

Secara kaffah dan tanpa reserve (QS. An Nisa 65). Dia hanya mau memilih-milih syariat Allah SWT sesuai selera hawa nafsunya. Yang cocok dengan seleranya dia terima, sedang yang tidak cocok dia tolak. Na’udzubillahi mindzalik!

Rabu, 23 Maret 2011

Mengenal Lebih Dekat 'Sosok' Syetan

Jangan Ikuti Hizb al Syaythan



إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”. (QS. Fathir (35):6)

Di antara kesalahan fatal yang sering dialami manusia adalah salah dalam mengidentifikasi pihak yang menjadi musuh baginya. Bisa dibayangkan, betapa bahayanya menganggap pihak yang memusuhi dirinya sebagai sahabat yang baik, guru yang diteladani, atau pemimpin yang ditaati. Anggapan salah itu tentu akan mengantarkan pelakunya kepada penyesalan.

Ayat di atas telah menegaskan, syetan beserta pengikutnya adalah musuh bagi manusia. Jika tidak ingin celaka, jangan sekali-kali menganggap dan memperlakukannya sebagai kawan.

Syetan : Musuh Manusia

Allah SWT Berfirman: inna al syaythan lakum ‘aduww (sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu).

Sebutan syetan disematkan kepada golongan jin yang kafir. Iblis yang berasal dari kalangan jin

Allah SWT Berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاء مِن دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam [884], maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS. Al Kahfi (18):50).

[884] lihat no. 36. [36] Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

Dalam beberapa ayat lain juga disebut syetan. Allah SWT Berfirman:

فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُواْ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ

“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu [38] dan dikeluarkan dari keadaan semula [39] dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS. Al Baqarah (2) :36)

[38] Adam dan Hawa dengan tipu daya syaitan memakan buah pohon yang dilarang itu, yang mengakibatkan keduanya keluar dari surga, dan Allah menyuruh mereka turun ke dunia. Yang dimaksud dengan syaitan di sini ialah Iblis yang disebut dalam ayat 34 surat Al Baqarah di atas.

[39] Maksud keadaan semula ialah keni'matan, kemewahan dan kemuliaan hidup dalam surga.

Dan ayat yang lain:

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِن سَوْءَاتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَـذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَن تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِين

“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)" (QS. Al A’raf (7):20)

Diberitakan bahwa yang menggelincirkan Nabi Adam dan isterinya dari surga adalah syetan.

Selain dari golongan jin, syetan juga ada yang berasal dari kalangan manusia. Semuanya memiliki karakter yang sama: sesat dan menyesatkan; kafir dan menjerumuskan manusia kepada kekufuran.

Allah SWT Berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاء رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia) [499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. Al An’am (6) :112).

[499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.

Qatadah, Mujahid dan al Hasan sebagaimana disitir Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa sesungguhnya dari manusia ada syetan sebagaimana juga dari jin ada syetan.

Diberitakan ayat ini bahwa syetan adalah musuh bagi manusia. Bahkan dalam beberapa lain ditegaskan sebagai aduww un mubin-un, musuh yang nyata,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah (2) :168)

وَمِنَ الأَنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا كُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِين

“Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al An’am (6):142)

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", (QS. Yasin (36):60).

Permusuhan dan kebencian Iblis memang sudah nyata sejak manusia pertama diciptakan. Ketika diperintahkan Allah SWT untuk bersujud bersama malaikat kepada Nabi Adam AS, Iblis membangkang.

Permusuhan Iblis bertambah besar setelah dilaknat dan diusir dari surga karena pembangkangannya itu. Iblis berjanji akan menyesatkan manusia dari jalanNya. Untuk merealisasikan tujuan jahat itu, dia akan mendatangi manusia dari berbagai arah

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ
ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at).” (QS. Al A’raf (7):16-17).

Alquran cukup banyak memberitahukan modus operandi syetan. Mereka menyuruh berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah tanpa didasarkan ilmu

إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah (20: 169).

Syetan juga menghiasi perbuatan buruk dan sesat sehingga seolah-olah terlihat benar dan bagus oleh pelakunya.

فَلَوْلا إِذْ جَاءهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُواْ وَلَـكِن قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُواْ يَعْمَلُون

“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Al An’am (6) :43)


قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ


“Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS. Al Hijr (15):39).

Mendorong terjadinya permusuhan diantara manusia


وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al Isra’ (17):53)

Dan menghembuskan kepada manusia takut menjadi fakir dan berbuat kikir

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاء وَاللّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia [170]. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.” (QS. Al Baqarah (2) :268)

[170] Balasan yang lebih baik dari apa yang dikerjakan sewaktu di dunia.

Semua itu menunjukkan secara jelas bahwa syetan adalah musuh bagi manusia.

Karena syetan adalah musuh kalian, maka: fattakhidzuhu aduww-an (maka anggaplah ia musuh-mu. Sebagaimana layaknya musuh, maka yang diinginkan syetan terhadap manusia adalah kecelakaan dan kerugian. Oleh karena itu, jangan sampai syetan dijadikan sebagai kawan, apalagi pemimpin.

Allah SWT Berfirman:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاء مِن دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam [884], maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS. Al Kahfi (18) :50)

[884] lihat no. 36.

Sebagai musuh manusia, langkah-langkah syetan tidak boleh diikuti, sebab, yang diperintahkan syetan kepada manusia hanyalah perbuatan keji dan munkar

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَاء وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Nur (24):21)

Yang pada akhirnya akan mencelakakan pengikutnya. Peristiwa yang dialami Nabi Adam AS harus dijadikan sebagai pelajaran penting bagi setiap manusia.

Ketika itu iblis menipu Nabi Adam AS bahwa dia adalah sahabat yang memberikan nasihat. Iblis pun menyebut pohon tersebut dengan sebutan syajarah al khuldi wa mulk-in (pohon keabadian dan kerajaan)

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَى

“Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon [949] dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (QS. Thaha (20):120)

[949] Pohon itu dinamakan "Syajaratulkhuldi" (Pohon kekekalan), karena menurut syaitan, orang yang memakan buahnya akan kekal, tidak akan mati, selanjutnya not. 37.

Dan membujuk Nabi Adam AS bahwa larangan mendekati pohon itu agar dia dan isterinya tidak menjadi malaikat atau menjadi orang yang kekal dalam surga. Untuk meyakinkah, Iblis bersumpah seraya berkata:

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِن سَوْءَاتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَـذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَن تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ

“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)". (QS. Al A’raf (7):20).

Tentu saja semua ‘nasihat’ itu diterima, berujung pada penyesalan.

Azab Bagi Golongan Syetan

Kemudian Allah SWT Berfirman: Innama yad’u hizbahu liyakunu min ashhab al sa’ir (karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala).

Ini merupakan bentuk riil permusuhan syetan. Sesungguhnya syetan hanya mengajak semua pengikutnya kepada berbagai keyakinan dan tindakan yang mengantarkan pelakunya masuk neraka.

Ayat berikutnya mengukuhkan, bahwa para pengikut syetan, yakni orang-orang kafir mendapatkan azab yang pedih.

Cukup menarik, dalam ayat ini digunakan kata hizbahu. Secara bahasa, kata al hizb berarti kelompok dari manusia).

Demikian Ibnu Manzhur dalam Lisan al Arab. Dalam konteks ayat ini al Syaukani memaknainya sebagai para pengikut setia dan orang-orang yang taat terhadapnya. Penjelasan kurang lebih sama juga disampaikan al Samarqandi dan al Jazairi.

Berkaitan dengan jati diri hizb al syaythan, Allah SWT Berfirman:

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُوْلَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.” (QS. Al Mujadillah (58):19)

Dalam ayat berikutnya ditegaskan, para penentang Allah dan RasulNya itu berada dalam kehinaan.

Patut dicatat, setelah menyebut hizb al syaythan, dalam ayat berikutnya juga disebut hizbullah

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan [1463] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (QS Al Mujadillah (58):22)

[1463] Yang dimaksud dengan "pertolongan" ialah kemauan bathin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain lain.

Keduanya memiliki sifat yang kontradiktif dan tidak mungkin didamaikan. Jika hizb al syayathan tunduk dan patuh kepada syetan, ingkar kepada Allah SWT, membangkang terhadap syariahNya, mengajak kepda kekufuran, dan menghalangi manusia dari agamaNya.

Maka hizbullah bersikap sebaliknya. Hizbulah beriman kepada menyerahkan wala’ atau loyalitasnya hanya kepada Allah SWT dan RasulNya, tunduk dan patuh kepada syariahNya, mengajak manusia berpegang teguh terhadap dieNya.

Allah SWT Berfirman:


وَمَن يَتَوَلَّ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ فَإِنَّ حِزْبَ اللّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ


Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah [423] itulah yang pasti menang. (QS. Al Maidah (5):56)

[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya.

Dengan demikian, kedua golongan ini tidak mungkin bisa bersatu. Bahkan ditegaskan dalam QS. Al Mujadilah (58):22, tidak akan dijumpai kedua golongan tersebut berkasih sayang. Oleh karena itu, jika kelompok, gerakan, atau partai yang mengaku sebagai hizbullah memperjuangkan tegaknya Islam, namun bisa bersatu, berkolabroasi dan bagi-bagi kekuasaan dengan hizb al syaythan yang menentang syariah, maka pengakuan itu sangat patut diragukan. Wahai kaum Muslim, bergabunglah dengan hizbullah yang sesungguhnya.

Wallahu’alam bishowab

Rabu, 16 Maret 2011

Shalat itu Wajib dan sebagai Tiang Agama

Shalat itu Wajib – Tiang Agama

Rukun Islam yang kedua (setelah membaca 2 kalimat syahadat) adalah shalat 5 waktu (Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya).
Dalam Al Qur’an Allah memerintahkan kita untuk shalat 5 waktu:
”Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” [Al Israa’:78]

”… Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” [An Nisaa’:103]
”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” [Al Baqarah:43]
”Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” [Al Kautsar:2]
”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” [Al Baqarah:110]
Shalat bisa mencegah perbuatan keji dan munkar:
”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al ’Ankabuut:45]
Shalat untuk mengingat Allah:
”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” [Thaahaa:14]
Didiklah anak/keluarga anda untuk shalat:
”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” [Luqman:17]
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya” (Thaha : 132)
Hendaknya kita tetap memelihara/mengerjakan shalat kita:
“Peliharalah semua Shalat(mu), dan peliharalah shalat wusthaa” (Al Baqarah :238)
Shalat sangat penting. Shalat adalah tiang agama. Siapa yang tidak mengerjakannya berarti dia meruntuhkan agama:
“Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agama” (HR. Baihaqi)
Pembeda antara orang muslim dengan kafir adalah shalat. Barang siapa tidak shalat berarti dia kafir:
“Batas antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)
“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti ia kafir.” (HR. Ahmad 5/346, At-Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079
Amal yang pertama dihisab adalah shalat. Begitu dia tidak shalat, meski puasa, zakat, haji, rajin sedekah, dia langsung dimasukkan ke neraka:
”Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seseorang hamba nanti pada hari kiamat ialah shalat, maka apabila shalatnya baik (lengkap), maka baiklah seluruh amalnya yang lain, dan jika shalatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalan yang lain (Thabrani)
Jangan sampai kita dan keluarga kita yang sudah baligh bolong-bolong shalatnya. Apalagi sampai meninggalkannya.
Orang yang tidak mengerjakan shalat disiksa di neraka:
“Apakah yang memasukkan kalian ke dalam neraka Saqar?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat….” (Al-Muddatstsir: 42-43)
“Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dari mengerjakan shalatnya….” (Al-Ma’un: 4-5)
“Maka datanglah setelah mereka, pengganti yang jelek yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kerugian2.” (Maryam: 59)
Hendaknya kita shalat tepat waktu:
”Pekerjaan yang sangat disuka Allah, ialah mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Sesudah itu berbakti kepada ibu-bapak. Sesudah itu berjihad menegakkan agama Allah (Bukhori dan Muslim)
Jika shalat 5 waktu, hendaknya berjama’ah:
Anas r.a.: Nabi SAW selalu memotivasi umatnya untuk sholat berjamaah dan melarang mereka pergi keluar sebelum imam mereka pergi (Muslim)
Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, pahalanya berlipat ganda sampai duapuluh tujuh derajat (dibandingkan dengan shalat sendirian) (Bukhori dan Muslim)
Jika shalat berjama’ah, jangan mendahului imam. Tunggu imam ruku dulu, baru anda ruku. Tunggu imam sujud dulu, baru anda suju:
Rasul Bersabda: Takutlah kamu bila angkat kepalamu dari sujud mendahului imam, karena Allah akan ubah kepalamu jadi kepala keledai (Bukhori dan Muslim)
Ummu Salamah r.a.: Bila selesai salam pada saat sholat di masjid, Rasul berhenti sejenak agar wanita pulang lebih dahulu sebelum pria (Bukhori)
Semoga kita di akhirat nanti termasuk dalam golongan orang yang mengerjakan shalat.